Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UUD 1945
menyatakan Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Ini berarti ada lembaga negara yang berfungsi untuk
menjalankan tugas negara sebagai wakil rakyat dan merupakan lembaga negara yang
bertugas sebagai pelaksana kedaulatan rakyat yaitu :
A. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat
adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang terdiri
atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Atas
dasar ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, jumlah anggota MPR didasarkan atas
penjumlahan anggota DPR dan anggota DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang
(Pasal 74 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2009). Adapun jumlah anggota DPD dari setiap
provinsi ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih
dari jumlah anggota DPR (Pasal 227 ayat (1)(2) UU No. 7 Tahun 2009).
Putusan MPR sah apabila disetujui :
1.
Sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden/Wakil Presiden
2.
Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari seluruh jumlah
Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu
diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan
Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 3 orang wakil ketua yang mencerminkan
unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam Sidang Paripurna
MPR.
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa aplikasi terhadap kedudukan, tugas, dan
wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan
sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya, seperti
Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
MPR
juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR
tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan
menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan
Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi
pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak
tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak termasuk bagian dari
hierarki Peraturan Perundang-undangan.